Jakarta - Terkait wacana menghidupkan kembali KKR, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD mengatakan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsialisasi (KKR) untuk menyelesaikan persoalan HAM di masa lalu yang belum terselesaikan. Untuk mewujudkannya, KKR ini akan diatur lewat RUU dan diserahkan pemerintah ke DPR.
"Karena sudah belasan tahun Reformasi, kami ingin menyelesaikan masalah HAM masa lalu. Setelah dipetakan, ada yang sudah diadili, ada yang tidak ditemukan objek maupun subjeknya, sehingga perlu dicari seperti apa sih kebenarannya, lalu rekonsiliasi," kata Mahfud di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Desember 2019.
Mahfud mengatakan ada banyak pelanggaran HAM masa lalu yang sulit diungkap karena berbagai faktor, seperti tidak ada lagi saksi ataupun tidak mungkin untuk visum korban pelanggaran HAM masa lalu.
Berdasarkan catatan Kejaksaan Agung, saat ini ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan.
Rinciannya, peristiwa Wasior, Wamena dan Paniai di Papua, serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh.
Kemudian, Peristiwa 1965, peristiwa Penembakan Misterius (Petrus), Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II tahun 1998, peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa.
Lalu, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Simpang KKA, Peristiwa Rumah Gedong tahun 1989, Peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998. Nantinya, KKR akan mengakomodir penyelesaian secara yudisial dan non-yudisial.
Apa Itu KKR?
KKR atau Komisi Kebenaran Rekonsiliasi diketahui sebelumnya sudah dibentuk beberapa tahun lalu, namun bubar pada tahun 2006 setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No 27 Tahun 2004 tentang KKR itu sendiri.
KKR dibentuk untuk mengungkap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di masa lalu oleh suatu pemerintahan. KKR diharapkan mampu menyelesaikan konflik yang tertinggal dari masa lalu.
Saat itu KKR beranggotakan 42 orang. Jubir Presiden, Fadjroel Rachman adalah salah satu anggotanya.
Namun, menurut Fadjroel, KKR saat itu belum sempat bekerja dikarenakan payung hukumnya sudah dibatalkan oleh MK.
Mahfud MD menemui Presiden Jokowi untuk membahas RUU KKR
Rencana RUU KKR turut dilaporkan Mahfud kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahfud diminta mengawal penyelesaian kasus HAM masa lalu hingga pemberantasan korupsi.
"Presiden menekankan pemberantasan korupsi di berbagai sektor, supaya lebih efektif ke depannya. Karena banyak sekali yang besar-besar belum terjamah, dan saya diminta ikut mengawal pemberantasan korupsi yang sungguh-sungguh, lalu penyelesaian kasus HAM," ujar Mahfud.
KKR sebelumnya telah diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2004. Namun, pada tahun 2006, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie membatalkan perundangan tersebut. Sebab, undang-undang ini dianggap tak memiliki konsistensi sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
MK kemudian meminta agar UU KKR baru bis sejalan dengan UUD 1945 dan menjunjung tinggi prinsip hukum humaniter dan hukum HAM kembali dibentuk.
Berdasarkan laman dpr.go.id, KKR sempat masuk dalam Prolegnas 2 Februari 2015. Perundangan itu bahkan sudah masuk di tingkat II, yaitu menunggu pengambilan keputusan RUU menjadi UU oleh Rapat Paripurna atau persetujuan RUU menjadi UU.
"Saya laporan semua yang dilakukan oleh polhukam, ini rencana-rencana ada RUU KKR ada saber pungli ada Bakamla. Banyaklah laporan-laporan, cuma itu aja, tapi tidak ada yang luar biasa. Kita laporan rutin ini kan biasa," kata Mahfud usai pertemuan tertutup di Istana, Rabu, 11 Desember 2019.
Mahfud juga menyebut rencana Jokowi soal pemberantasan korupsi. Jokowi ingin Menkopolhukam membantu Jokowi lebih efektif melakukan pemberantasan korupsi.
"Yang saya dengar, presiden penekanan pada pemberantasan korupsi di berbagai sektor supaya lebih efektif ke depannya. Karena banyak sekali yang besar besar belum terjamah, saya diminta untuk mengawal itu pemberantasan korupsi, kasus HAM," ujar dia.
Tags:
Berita