Di era internet yang sangat dinamis dengan beragam platform yang dapat digunakan dengan mudah bahkan cenderung gratis dapat menyimpan berbagai informasi yang pernah disematkan, disebut dengan jejak digital. Ada di dunia maya, tersimpan rapi di server pemilik layanan yang digunakan.
Menurut Charlie M. Sianipar, konsultan digital marketing di Indonesia dan pengelola situs berita Tagar.id, pengertian jejak digital adalah "Informasi yang tersimpan di server dan dapat dilacak, dicari dan diakses dengan mudah melalui situs pencari maupun ditelusuri melalui platform lain, seperti media sosial Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, Vimeo maupun koran berita online."
Rekam jejak digital itu sendiri dapat dikategorikan atas dua bagian. Pertama konten yang diunggah langsung oleh sesorang, pemilik akun dan yang kedua, informasi yang ditulis oleh orang lain. Bisa berupa berita yang menguntungkan, maupun yang merugikan pihak ketiga.
Jejak digital yang langsung dilakukan oleh pemilik akun, bisa berupa teks, gambar maupun video. Mulai dari status pribadi hingga tindakan menyerang orang lain, mendiskreditkannya. Apakah itu pemerintah, institusi tertentu hingga nama seseorang maupun perusahaan.
Termasuk pembuatan dan penyebaran berita bohong yang direkayasa sedemikian rupa dengan tujuan tertentu. Bisa berupa ujaran kebencian hingga sikap politik, kritik sosial yang berseberangan dengan lawannya. Tindakan tersebut sangat berpotensi dijerat dengan Undang-undang ITE jika ada yang merasa dirugikan dan melaporkannya ke pihak yang berwenang.
Jika informasi yang tersimpan di internet dilakukan oleh orang lain, baik itu berupa pemberitaan online karena peristiwa yang terjadi, maupun konsekwensi hukum, sesorang yang merasa dicemarkan dapat juga melaporkannya ke saluran yang tersedia.
Kondisi yang paling banyak dihindari oleh banyak pihak adalah berita yang ditulis pada situs online, jika itu kabar baik tentu menguntungkan, terpublikasi dengan luas. Berbeda halnya jika kabar yang disajikan berupa citra negatif, tampil di Tribunnews, Detik, Benhil Online, Kompas atau Tempo yang cenderung merugikan.
Misalnya, perkara pidana, kasus korupsi maupun sengketa hukum para pihak yang mencoreng nama baik. Termasuk keluhan pelanggan perusahaan, merekamnya dan membagikannya di media sosial, diliput dan ditulis wartawan serta disadur media lain yang kemungkinan menjadi viral.
Charlie dari GALASEO mengatakan "Cerdaslah meninggalkan jejak digital, hindari konsekwensi hukum yang merugikan, think before click digaungkanya saat media sosial mulai populer di Indonesia.
Pada laman yang berbeda, untuk melengkapi informasi pada laman pengertian jejak digital ini, Anda juga dapat membaca artikel bertajuk Jasa Menata Jejak Digital Perusahaan jika informasi yang tersaji saat ini di internet cenderung merugikan. Diskusikan dengan ahlinya untuk mengelola reputasi daring agar tampil dengan citra positif. Teknik yang sangat kompleks jika jejak online yang ada tidak dapat dihapus.